Senin, 07 Oktober 2013

68 Tahun Berdirinya TNI (Masihkah Disegani?)

Pada tanggal 23 Agustus 1945, presiden Soekarno mengumumkan pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam pidatonya Presiden Soekarno mengajak pemuda-pemuda bekas PETA, Heiho, Kaigun Heiho, dan pemuda-pemuda lainnya untuk sementara waktu bekerja dalam bentuk BKR dan bersiap-siap untuk dipanggil menjadi prajurit tentara kebangsaan jika telah datang saatnya. Menyerahnya Jepang kepada tentara sekutu menyebabkan kedatangan tentara Inggris ke Indonesia yang dimanfaatkan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia. Situasi ini menjadi mulai tidak aman. Oleh karena itu pada tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat. Untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, maka pada tanggal 7 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu wadah tentara nasional dengan nama Tentara Nasional Indonesia. (sumber : Sejarah Tentara Nasional Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Nah, demikian panjangnya sejarah berdirinya tentara Nasional kita. Sejarah berdirinya memang tidak lepas dari perjuangan rakyat Indonesia dalam usaha mengusir penjajah. TNI dalam hal ini adalah organisasi dimana perjuangan-perjuangan tersebut dapat terorganisir dengan baik. Namun, TNI kita sejak zaman kemerdeaan tidak lepas dari berbagai kontroversi. Mulai dari usaha kudeta (pemberontakan PKI yang melibatkan oknum TNI-AU), sejumlah pelanggaran HAM berat, embargo senjata oleh pihak Asing, dan sebagainya hingga menyebabkan turunnya wibawa TNI itu sendiri.

Terlepas dari semua kekurangan nya, sesungguhnya kita berhutang besar kepada para ‘barisan berani mati’ ini. Sampai saat ini, banyak yang meng-stigma negatifkan TNI, terutama di zama orde baru dengan menyebut mereka kejam lah, sampah lah, alat pemerintah menjalankan kediktatoran nya lah, pelanggar HAM lah, dan sebagainya. Namun, saya kembalikan pertanyaan nya : Dimana HAM ketika aparat (terutama TNI) ketika sesungguh nya hak-hak kemanusiaan mereka di langgar? Kemana HAM, ketika personil TNI di berondong senjata di Papua ketika menjalankan misi mengawal bantuan untuk korban bencana alam? Atau mungkin saat itu HAM sedang minum kopi di Ulee Kareng?.
Semua teriak HAM ketika ada penganiayaan terhadap rakyat sipil yang dilakukan oknum TNI, namun tidak pernah sebaliknya. Saya menngajak kiita semua untuk melihat TNI dari sisi objektif, bukan subjektif apalagi hanya dilihat dari segelintir oknum nya saja. TNI bukan untuk di caci, tapi untuk dihormati. TNI bukan untuk ditakuti, tapi disegani. TNI bukan untuk dipolitisasi, namun sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Apakah anda sedikit perhatikan ketika bencana alam terjadi, atau kejadian-kejadian besar lainnya, bahwa begitu besar peran TNI dalam membantu para korban. Taukah anda bahwa ada 17.666 pulau di Indonesia yang hampir semua sisi nya berusaha dijaga oleh TNI?.
HMI sebagai salah saatu organisasi mahasiswa tertua, memiliki sejarah cukup panjang dengan TNI, terutama ketika ada percobaan gerakan pemberontakan PKI. HMI yang yang juga menjunjung tinggi pancasila bahu-membahu bersama TNI untuk menumpas gerakan komunis ini. Usaha pembubaran HMI yang dilakukan pihak PKI nyatanya mendapat pembelaan dari Jendral Sudirman.
Sudah saatnya HMI kembali bahu-membahu dengan para stakeholders negara ini dalam upaya menegakkan kebenaran. Sejarah panjang HMI dengan TNI telah menunjukkan, dengan saling bahu-membahu ancaman yang membahayakan ideologi bangsa pun dapat kita tumpas. Seperti yang disampaikan Jenderal Sudirman : “HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia. Bergembira jugalah senantiasa dalam bekerja dan berjuang. Yakin usaha sampai” .
Akhirnya, selamat ulang tahun TNI ku yang ke-68. Semoga semangat Kartika Eka Paksi (burung perkasa tanpa tanding), Swa Bhuwana Paksa (Sayap Pelindung Tanah Airku), dan Bhumcaya Jalesu Jayamahe (di darat dan di laut kita jaya) akan selalu berkobar dalam dada prajurit-prajurit TNI dalam membela kedaulatan tanah air Indonesia. Dan dengan keyakinan yang kuat, bahwa usaha-usaha membela tanah air akan sampai.

Arief Rahman Hakim
PTKP HMI FE USU
Manajemen 2012