Sabtu, 31 Mei 2014

ISRA’ MI’RAJ DAN MANIFESTASI NYA DALAM KEHIDUPAN BER- ISLAM

“Maha suci Allah yang telah memperjalan kan hambanya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguh nya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”  (Q.S. AL ISRAA’ : 1)


I     sra Mi’raj sejati nya memiliki makna yang luas. Secara harfiah, Isra Mi’raj merupakan perjalanan nabi Muhammad yang terjadi hanya dalam sepertiga malam untuk menerima perintah sholat lima waktu. Isra Mi’raj memiliki dua pengertian, isra yang artinya memperjalan kan nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis di Palestina (israa : memperjalankan), dan Mi’raj (secara arti adalah tangga) yang maksud nya adalah tangga yang di naiki nabi Muhammad dalam perjalanan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul muntaha.

    Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab (612 M), tepat setahun sebelum nabi Muhammad hijrah ke madinah. Dalam tahun ini, nabi Muhammad mengalami dua peristiwa yang menyusah kan dan menyedih kan. Pertama, istri beliau Siti Khadijah yang selalu setia mendampingi beliau dalam menyebarkan ajaran islam wafat pada usia 65 tahun. Kedua, paman beliau Abu Thalib yang senantiasa membela, melindungi, dan menjaga beliau dari gangguan kaum musryikin Quraisy dalam menyebarkan ajaran Islam, juga meninggal dunia. Oleh karena itu, tahun itu dinamakan tahun Umul Azmi atau tahun kesedihan dan kedukaan. Meninggalnya  Abu Thalib juga membuat kaum qurais lebih leluasa untuk memusuhi beliau, karna selama ini yang di takuti kaum qurais adalah Abu Thalib paman beliau. Melalui perrjalanan isra mi’raj ini, Allah mencoba memuliakan dan juga mengobati kesedihan nabi muhammad atas meninggal nya kedua orang yang amat beliau sayangi tersebut. Di perjalanan Israa Mi’raj ini juga, nabi Muhammad menerima perintah sholat lima waktu sebagai pokok ajaran Islam.

    Dalam kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. diungkapkan bahwa beliau bisa bertemu dengan Tuhannya dengan melewati tujuh langit, ini artinya bahwa umatnya juga bisa bermusyahadah dengan Allah tapi harus melalui beberapa maqam (terminal-terminal), atau derajat yang harus dilalui untuk menjadi ‘Arif billah. Maqam tersebut sangat banyak sekali jumlahnya sebagaimana arti bilangan tujuh yang berarti menunjukkan jumlah tak terhitung. Sebagai sample QS. 2: 261 dan QS. 31: 27, dalam kedua ayat ini kata tujuh tidak diartikan sebagai hitungan eksak dalam arti bilangan tujuh, tapi jumlah yang sangat banyak. Kendati demikian, maqamat dalam standar sunni jumlahnya ada tujuh, sebagaimana arti literal kata sab’ al-Samawat (tujuh langit). Tujuh terminal tersebut ialah:


1. Taubat, Menurut Dzu al-Nun al-Mishri, taubat terbagi menjadi dua, taubatnya orang awam yaitu taubat dari dosa-dosa dan taubatnya orang khawas, taubat dari lalai kepada Tuhan (ghaflah).
2. Wara’, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas halal dan haramnya. Dalam hal ini seseorang harus selalu mengupayakan dirinya untuk makan sesuatu yang halal.
3. Zuhud, artinya seseorang tidak tamak atau mengharapkan pemberian dari orang lain dan tidak mengutamakan kesenangan dunia.
4. Fakir, seseorang di dalam hatinya tidak boleh merasa memiliki sesuatu dan merasa sangat membutuhkan Allah.
5. Sabar, dalam menghadapi bencana seseorang harus menyikapinya dengan etika yang baik (husn al-Adab).
6. Tawakkal, hanya berpegang teguh pada Allah sebagai Tuhan yang maha memelihara (Rabb al-‘Alamin).
7. Ridla, hati selalu menerima ketentuan Tuhan (Taqdir) baik manis maupun pahit. Sebagaimana dikatakan Al-Nuri bahwa ridla adalah kegembiraan hati menghadapi “pahitnya ketentuan Tuhan”. Ibn Khafif menambahkan, ridla juga berarti menyetujui terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan yakin bahwa itulah yang terbaik dan diridlai oleh Allah.

    Nabi Muhammad saw tidak saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk yang tertinggi, melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas. Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad di ufuk yang tertinggi”.

    Peristiwa luar biasa ini kontan membuat kontroversi di masyarakat. Ada masyarakat yang mencemooh; kebanyakan dari mereka orang kafir. Mereka menggemboskan isu bahwa Muhammad telah gila. Dilihat dari sudut rasionalitas terlepas dari wahyu  isra miraj ini akan nampak janggal dan tidak mungkin, karena bagaimana mungkin kecepatan perjalanan yang dilakukan rasul bisa mencapai melebihi kecepatan cahaya? Bagaimana mungkin Rosul bisa melepas dari daya tarik bumi.Tentu pendekatan rasionalis sulit menjangkaunya, yang mungkin adalah pendekatan imaniy seperti yang ditempuh Abu Bakar Shidiq. Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benar adanya. Pun pula Isra Miraj itu dilakukan hanya sekali. Artinya bila ingin dibuktikan secara  ilmiah maka perlu  trial and error, yakni obeservasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di semua tempat dan waktu dan oleh siapa saja.

    Kelompok kedua adalah mereka yang ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya tapi rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi tidak percaya, kan Muhammad tidak pernah berbohong. Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin akan ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru meningkatkan kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.

    Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern.

    Terlepas dari berbagai pertentangan tentang perjalanan israa mi’raj nabi Muhammad, pada intinya bukan perjalanan secara lahiriah nya yang akan kita pelajarai. Namun sesungguh nya, makna yang ter kandung dari perjalanan tersebut lah yang harus di ambil. Sebagai umat Islam, perjalanan Isra’ Mi’raj sebaik nya bukan lah hanya suatu peringatan hari besar yang akan selalu di peringati sebagai salah satu hari besar Islam. peringatan Isra’ Mi’raj juga sebaiknya juga diikuti dengan semangat dalam meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita terhadap Allah SWT dan Al-Qur’an sebagai petunjuk kita dalam hidup dan berkehidupan. Semangat Isra Mi’raj juga harus bisa di manifestasikan ke dalam kehidupan beragama saat ini, bahwa kita juga harus senantiasa ber-Israa’ (jalan atau menjalankan) ajaran Allah sebaik-baiknya dan menyampaikan atau mendakwah kan ajaran Allah, sebagai upaya meneruskan perjuangan nabi Muhammad dalam menyebarkan ajaran Islam. Isra Mi’raj juga harus dapat di manifestasikan dalam bentuk peningkatan kualitas ibadah ritualistik berupa sholat lima waktu yang merupakan perintah yang di terima langsung oleh nabi Muhammad dalam perjalanan Isra Mi’raj tersebut. Dalam konteks kekinian, isra mi’raj bagi umat islam juga dapat berupa perjalanan kita dari masa kemunduran untuk melawan kebodohan, keterbelakangan (isra) untuk dapat bangkit merebut kembali kejayaan Islam seperti tempo dulu (mi’raj).

Arief Rahman Hakim
Ketua Bidang PTKP
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FE USU