“Maha
suci Allah yang telah memperjalan kan hambanya pada suatu malam dari
Al-Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya
agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami.
Sesungguh nya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. AL ISRAA’
: 1)
I sra
Mi’raj sejati nya memiliki makna yang luas. Secara harfiah, Isra Mi’raj
merupakan perjalanan nabi Muhammad yang terjadi hanya dalam sepertiga malam
untuk menerima perintah sholat lima waktu. Isra Mi’raj memiliki dua pengertian,
isra yang artinya memperjalan kan nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis di Palestina (israa : memperjalankan), dan
Mi’raj (secara arti adalah tangga) yang maksud nya adalah tangga yang di naiki
nabi Muhammad dalam perjalanan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul muntaha.
Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada malam 27
Rajab (612 M), tepat setahun sebelum nabi Muhammad hijrah ke madinah. Dalam
tahun ini, nabi Muhammad mengalami dua peristiwa yang menyusah kan dan menyedih
kan. Pertama, istri beliau Siti Khadijah yang selalu setia mendampingi beliau
dalam menyebarkan ajaran islam wafat pada usia 65 tahun. Kedua, paman beliau Abu
Thalib yang senantiasa membela, melindungi, dan menjaga beliau dari gangguan
kaum musryikin Quraisy dalam menyebarkan ajaran Islam, juga meninggal dunia. Oleh
karena itu, tahun itu dinamakan tahun Umul Azmi atau tahun kesedihan dan
kedukaan. Meninggalnya Abu Thalib juga
membuat kaum qurais lebih leluasa untuk memusuhi beliau, karna selama ini yang
di takuti kaum qurais adalah Abu Thalib paman beliau. Melalui perrjalanan isra
mi’raj ini, Allah mencoba memuliakan dan juga mengobati kesedihan nabi muhammad
atas meninggal nya kedua orang yang amat beliau sayangi tersebut. Di perjalanan
Israa Mi’raj ini juga, nabi Muhammad menerima perintah sholat lima waktu
sebagai pokok ajaran Islam.
Dalam kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw.
diungkapkan bahwa beliau bisa bertemu dengan Tuhannya dengan melewati tujuh
langit, ini artinya bahwa umatnya juga bisa bermusyahadah dengan Allah tapi
harus melalui beberapa maqam (terminal-terminal), atau derajat yang harus
dilalui untuk menjadi ‘Arif billah. Maqam tersebut sangat banyak sekali
jumlahnya sebagaimana arti bilangan tujuh yang berarti menunjukkan jumlah tak
terhitung. Sebagai sample QS. 2: 261 dan QS. 31: 27, dalam kedua ayat ini kata
tujuh tidak diartikan sebagai hitungan eksak dalam arti bilangan tujuh, tapi
jumlah yang sangat banyak. Kendati demikian, maqamat dalam standar sunni
jumlahnya ada tujuh, sebagaimana arti literal kata sab’ al-Samawat (tujuh
langit). Tujuh terminal tersebut ialah:
1. Taubat, Menurut Dzu al-Nun al-Mishri, taubat terbagi menjadi dua,
taubatnya orang awam yaitu taubat dari dosa-dosa dan taubatnya orang khawas,
taubat dari lalai kepada Tuhan (ghaflah).
2. Wara’, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas halal dan
haramnya. Dalam hal ini seseorang harus selalu mengupayakan dirinya untuk makan
sesuatu yang halal.
3. Zuhud, artinya seseorang tidak tamak atau mengharapkan pemberian dari orang
lain dan tidak mengutamakan kesenangan dunia.
4. Fakir, seseorang di dalam hatinya tidak boleh merasa memiliki sesuatu dan
merasa sangat membutuhkan Allah.
5. Sabar, dalam menghadapi bencana seseorang harus menyikapinya dengan etika
yang baik (husn al-Adab).
6. Tawakkal, hanya berpegang teguh pada Allah sebagai Tuhan yang maha
memelihara (Rabb al-‘Alamin).
7. Ridla, hati selalu menerima ketentuan Tuhan (Taqdir) baik manis maupun
pahit. Sebagaimana dikatakan Al-Nuri bahwa ridla adalah kegembiraan hati
menghadapi “pahitnya ketentuan Tuhan”. Ibn Khafif menambahkan, ridla juga
berarti menyetujui terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan yakin bahwa
itulah yang terbaik dan diridlai oleh Allah.
Nabi Muhammad saw tidak saja menembus ruang angkasa di
sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk yang tertinggi, melalui sistem
planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus ke gugusan Bintang
Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga sampai di ruang
yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas.
Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada
Ruang yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia
Muhammad di ufuk yang tertinggi”.
Peristiwa luar biasa ini kontan membuat
kontroversi di masyarakat. Ada masyarakat yang mencemooh; kebanyakan dari
mereka orang kafir. Mereka menggemboskan isu bahwa Muhammad telah gila. Dilihat dari
sudut rasionalitas terlepas dari wahyu
isra miraj ini akan nampak janggal dan tidak mungkin, karena bagaimana
mungkin kecepatan perjalanan yang dilakukan rasul bisa mencapai melebihi
kecepatan cahaya? Bagaimana mungkin Rosul bisa melepas dari daya tarik
bumi.Tentu pendekatan rasionalis sulit menjangkaunya, yang mungkin adalah pendekatan
imaniy seperti yang ditempuh Abu Bakar Shidiq. Apabila Muhammad yang
memberitakannya, pasti benar adanya. Pun pula Isra Miraj itu dilakukan hanya
sekali. Artinya bila ingin dibuktikan secara
ilmiah maka perlu trial and
error, yakni obeservasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang
berlaku di semua tempat dan waktu dan oleh siapa saja.
Kelompok kedua adalah mereka yang ragu-ragu.
Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau
percaya tapi rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi tidak percaya, kan
Muhammad tidak pernah berbohong. Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin akan
ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru
meningkatkan kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.
Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana:
tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa
kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus
meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional.
Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern.
Terlepas
dari berbagai pertentangan tentang perjalanan israa mi’raj nabi Muhammad, pada
intinya bukan perjalanan secara lahiriah nya yang akan kita pelajarai. Namun
sesungguh nya, makna yang ter kandung dari perjalanan tersebut lah yang harus
di ambil. Sebagai umat Islam, perjalanan Isra’ Mi’raj sebaik nya bukan lah
hanya suatu peringatan hari besar yang akan selalu di peringati sebagai salah
satu hari besar Islam. peringatan Isra’ Mi’raj juga sebaiknya juga diikuti
dengan semangat dalam meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita terhadap Allah
SWT dan Al-Qur’an sebagai petunjuk kita dalam hidup dan berkehidupan. Semangat
Isra Mi’raj juga harus bisa di manifestasikan ke dalam kehidupan beragama saat
ini, bahwa kita juga harus senantiasa ber-Israa’ (jalan atau menjalankan)
ajaran Allah sebaik-baiknya dan menyampaikan atau mendakwah kan ajaran Allah,
sebagai upaya meneruskan perjuangan nabi Muhammad dalam menyebarkan ajaran
Islam. Isra Mi’raj juga harus dapat di manifestasikan dalam bentuk peningkatan
kualitas ibadah ritualistik berupa sholat lima waktu yang merupakan perintah
yang di terima langsung oleh nabi Muhammad dalam perjalanan Isra Mi’raj
tersebut. Dalam konteks kekinian, isra mi’raj bagi umat islam juga dapat berupa
perjalanan kita dari masa kemunduran untuk melawan kebodohan, keterbelakangan
(isra) untuk dapat bangkit merebut kembali kejayaan Islam seperti tempo dulu
(mi’raj).
Arief Rahman Hakim
Ketua Bidang PTKP
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Komisariat FE USU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar