Selasa, 09 Juni 2015

Antara Bid’ah, Sunnah dan Mazhab


Banyak ulama berselisih paham mengenai kadar bid’ah terhadap suatu hal. Contohnya, beberapa ulama menganggap perayaan isra’ mi’raj adalah bid’ah karna nabi Muhammad tidak pernah merayakan kelahiran beliau. Sedangkan beberapa ulama lainnya beranggapan tidak bid’ah karena kita mensyukuri kelahiran nabi yang membawa kita keluar dari jaman jahiliah. Lantas, apa itu bid’ah? Secara umum, bidah berarti “segala sesuatu yang diada-adakan dalam bentuk yang belum ada contohnya”.  Dari segi fikih, bid’ah juga dapat dibedakan jadi dua jenis. Pertama, bidah adalah perbuatan tercela yang diada-adakan serta bertentangan dengan Al-qur’an, sunnah Rasullullah SAW, atau ijmak. Inilah bidah yang sama sekali tidak dizinjkan oleh agama, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik secara tegas maupun secara isyarat saja. Urusan-urusan keduniaan tidak termasuk ke dalam pengertian ini. Kedua, bidah meliputi segala yang diada-adakan sesudah Nabi Muhammad SAW, baik berupa kebaikan maupun kejahatan, baik mengenai ibadah maupun mengenai adat, yaitu yang berkaitan dengan urusan keduniaan.

Mazhab adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah. Di dunia sendiri terdapat beberapa Mazhab yang dikanl banyak diikuti, yaitu mazhab imam Hambali, mazhab imam Hanafi, mazhab imam Maliki dan mazhab imam Syafi’i.

Sunnah artinya "arus yang lancar dan mudah" atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah. Dalam surah An-Nisaa : “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Quran 4:59”). Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam). Dalam suatu hadist dikatakan : Dari Katsir bin Abdillah, dari ayah nya dari kakeknya r.a, ia berkata sesungguhnya Rosululloh SAW, bersabda : “Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang teguh kepada keduaya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya". (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2)”.


Ahmad Kodri Fauzi Hasibuan
Akutansi 2013
Wasekum bidang PTKP HMI Komisariat FE USU

Senin, 08 Juni 2015

Sejarah Perjuangan HMI (sebuah diskusi rutin HMI Komisariat FE USU di sore hari)



HMI berdiri di yogyakarta 14 rabiul awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 februari 1947 M di salah satu ruangan kuliah STI (Sekolah Tinggi Islam) dengan tokoh utama pendiri adalah Ayahanda Lafran Pane. Sebenarnya pemikiran pendirian HMI itu sudah ada sejak tahun 1946, sebagai organisasi mahasiswa yang berorientasi keagamaan, walaupun saat itu sudah ada PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta), tetapi PMY lebih mengarah kearah komunisme dan sekuler.
Pada tahun 1947 setelah HMI berdiri, PMY melakukan reaksi negatif kepada HMI karena perbedaan ideologi (saat itu PMY berideologi komunis). PMY menuduh HMI sebagai pemecah suara mahasiswa, dan banyak organisasi lain yang juga menentang berdirinya HMI seperti, GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan PII (Pelajar Islam Indonesia). Dalam fase ini HMI mencoba memperkenalkan diri dengan pendekatan melalui acara yang keislaman sampai kongres HMI I pada tanggal 30 November 1947.
Pada Tahun 1948 HMI memasuki fase angkat senjata, karena agresi militer belanda II. Pada waktu itu anggota anggota HMI turut membantu TNI (dulu ABRI) melawan belanda yang kembali ingin menjajah tanah air.
Pada Tahun 1950 sampai 1963 HMI mulai memasuki fase konsolidasi. HMI mulai merekrut kader-kader, pendirian cabang-cabang baru (cabang Medan didirikan tahun 1952). Pada tahun 1951 PB HMI di pindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Pada Tahun 1964 sampau 1965 HMI mendapat tantangan dari PKI. HMI di paksa bubar karna dianggap sebagai penghalang pemasukan ideologi komunis ke indonesia. Untuk membubarkan HMI dibentuklah Panitia Aksi Pembubaran HMI di Jakarta, Maret 1965 yang terdiri dari: Ketua : GMNI, Wakil-wakil Ketua : IPPI, GERMINDO, GMD, MMI, Sekretaris : CGMI, wakil-wakil Sekretaris : PERHIMI, GMRI, GSMI, Anggota : Pemuda Marhaenis, Pemuda Rakyat, Pemuda Indonesia, PPI dan APPI. Begitu banyak organisasi yang bergabung untuk membubarkan HMI. HMI kembali membantu TNI untuk menumpas PKI yang pada saat itu juga sedang mengganyang HMI, sampai pada tanggal 30 september 1965.
Pada Tahun 1966 HMI sebagai pelopor orde baru. Sekjen HMI pada saat itu Mar’ie membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). KAMI dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) mengumandangkan tritura (3 tunturan rakyat) “Bubarkan PKI, Retooling kabinet, turunkan harga”. Pada 12 maret 1966 PKI bubar.
Pada tahun 1969 sampai 1997 HMI memasukin fase pembangunan. HMI banyak menjadikan kader kader besar seperti Cak Nur, Akbar Tanjung, wakil presiden Jusuf Kalla dan lain lain. Kader-kader HMI tersebar di berbagai aspek, seperti di pemerintahan, institusi pendidikan, social-masyarakat, dan lain-lain yang semua nya Insya Allah masi tetap istiqomah sebagai kader pencipta dan pengabdi dan tetap memiliki tekad bersama rakyat membangun negeri. Dimasa reformasi saat ini, peran HMI adalah mengawal jalan nya reformasi yang pada akhir tahun ‘90an diperjuangkan bersama-sama dengan ribuan rakyat dan mahasiswa Indonesia. Kebebasan berpendapat dan keadilan hukum yang menjadi tuntutan utama harus di isi dengan terus berkarya melahirkan pemikiran dan gagasan-gagasan baru yang berguna bagi kemajuan bangsa. Terus mengawal dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kemaslahatan ummat yang merupakan cermin keberpihakan pada kebenaran.


Nauval Azizi
Manajemen 2014
Dept. PTKP HMI Komisariat FE USU