Masyarakat
Arab sejak masa silam, sebelum kedatangan Islam, telah menggunakan
kalender qamariyah. Mereka sepakat tanggal 1 ditandai dengan kehadiran
hilal. Mereka juga menetapkan nama bulan sebagaimana yang kita kenal.
Mereka mengenal bulan Dzulhijah sebagai bulan Haji, mereka kenal bulan
muharam, safar, dan bulan-bulan lainnya. Bahkan mereka juga menetapkan
adanya 4 bulan suci: Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab. Selama 4
bulan suci ini, mereka sama sekali tidak boleh melakukanpeperangan.
Hanya saja masyarakat jazirah Arab belum memiliki angka tahun. Mereka
tahu tanggal dan bulan, tapi tidak ada tahunnya. Biasanya, acuan tahun
yang mereka gunakan adalah peristiwa terbesar yang terjadi ketika itu.
Kita kenal ada istilah tahun gajah, karena pada saat itu terjadi
peristiwa besar, serangan pasukan gajah dari Yaman oleh raja Abrahah.
Tahun Fijar, karena ketika itu terjadi perang Fijar. Tahun renovasi
Ka’bah, karena ketika itu Ka’bah rusak akibat banjir dan dibangun ulang.
Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian tokohnya sebagai
acuan, semisal; 10 tahun setelah meninggalnya Ka’ab bin Luai.
Keadaan semacam ini berlangsung terus sampai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khalifah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
Ketka itu, para sahabat belum memiliki acuan tahun. Acuan yang mereka
gunakan untuk menamakan tahun adalah peristiwa besar yang terjadi ketika
itu. Berikut beberapa nama tahun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
1. Tahun izin (sanatul idzni), karena ketika itu kaum muslimin diizinkan Allah untuk berhijrah ke Madinah.
2. Tahun perintah (sanatul amri), karena mereka mendapat perintah untuk memerangi orang musyrik.
3. Tahun tamhish,
artinya ampunan dosa. Di tahun ini Allah menurunkan firmanNya, ayat 141
surat Ali Imran, yang menjelaskan bahwa Allah mengampuni kesalahan para
sahabat ketika Perang Uhud.
4. Tahun zilzal (ujian berat). Ketika itu, kaum muslimin menghadapi berbagai cobaan ekonomi, keamanan, krisis pangan, karena perang khandaq.
Namun kenapa yang pada awalnya disebut Qamariyah, berubah menjadi Hijriyah ?. hal ini di sebabkan oleh Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Tadi juga sudah disampaikan bahwa penghitungan berdasarkan peredaran bulan, yang dikenal dengan tahun qamariyah sudah sejak awal digunakan, namun pada saat itu belum adanya perhitungan tahun. Hijrahnya Nabi muhammad ke Madina yang di kenal pada saat itu sebagai Yastrib, pada saat Nabi Muhammad tiba dan disambut oleh kaum Anshar bertepatan pada 1 Muharram. Namun untuk penetapan Tahun Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah sebagai momentum Tahun 1 (satu) Hijriyah, pada saat itu pula berubahnya nama tahun ini.
Namun kenapa yang pada awalnya disebut Qamariyah, berubah menjadi Hijriyah ?. hal ini di sebabkan oleh Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Tadi juga sudah disampaikan bahwa penghitungan berdasarkan peredaran bulan, yang dikenal dengan tahun qamariyah sudah sejak awal digunakan, namun pada saat itu belum adanya perhitungan tahun. Hijrahnya Nabi muhammad ke Madina yang di kenal pada saat itu sebagai Yastrib, pada saat Nabi Muhammad tiba dan disambut oleh kaum Anshar bertepatan pada 1 Muharram. Namun untuk penetapan Tahun Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah sebagai momentum Tahun 1 (satu) Hijriyah, pada saat itu pula berubahnya nama tahun ini.
Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Tahun Hijriyah
sudah digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Tahun Islam
menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan Tahun biasa
(tahun Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Untuk mengenal lebih mengenai tahun Qamariyah atau Hijriyah ini kita
akan bahas bahwa penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Tahun
Hijriyah berbeda dengan pada Tahun Masehi. Pada sistem Tahun Masehi,
sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada
sistem Tahun Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya
Matahari di tempat tersebut.
Tahun Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan
kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan
menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya
adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan
1 tahun Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun
Kalender Masehi.
Faktanya,
siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Tahun Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia
bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru
(new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi,
dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan
Matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29
hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap
melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga
benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Tahun Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar
29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana
Wata'ala: ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus,
maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi
kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36).
Proses penentuan tahun ini pun melalui sebuah musyawarah. Khalifah Umar
mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman
bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad
bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah
r.a. Mereka bermusyawarah mengenai penetapan angka tahunan qamariyah.
Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang
mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan
yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan
momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka
semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun
pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw.
Sedangkan nama-nama bulan dalam tahun hijriyah ini diambil dari
nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah
Arab.
Adapun
bulan dan jumlah hari dalam Tahun Hijriyah yaitu pertama bulan Muharram
30, Safar 29, Rabiul awal 30, Rabiul akhir 29, Jumadil awal 30, Jumadil
akhir 29, Rajab 30, Sya'ban 29, Ramadhan 30, Syawal 29,
Dzulkaidah 30, Dzulhijjah 29/30, Total 354/355.
Untuk nama hari nya di dasari hitungan dari bahasa arab yaitu Wahid -
al-Ahad (Minggu), Isnaini - al-Itsnayn (Senin), Salasa -
ats-Tsalaatsa' (Selasa), Arba’a - al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu), Khamisa
- al-Khamsatun (Kamis), Jama’ah - al-Jumu'ah (Jumat), Sab’a - as-Sabat
(Sabtu), namun ada hari jum’at yang berbeda dengan hari yang lain, karna
tidak mengikuti angka seperti yang lain, jika kita menoleh ke
sejarahnya hari jum’at menjadi hari di mana tidak adanya aktivitas kerja
seperti hari minggu yang kita jalani saat ini, namun di isi bukan
dengan kegiatan liburan dalam islam, namun hari Jum’ah ini menjadi hari
berkumpulnya bersama Ummat Islam di saat itu, sehinnga di berilah nama
Jumu’ah asal Jama’ah.
Semua perhitungan mengenai Tahun Hijriyah memiliki dasar pemikiran yang
menjadi landasan kuat, yang tersampaikan pada saat ini hanya sebagian
kecil yang dapat di ungkap, padahal masih banyak rahasia-rahasia yang
belum banyak kita ketahui alasan perbedaan antara tahun Hijriyah dan
tahun Masehi, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan
untuk bisa memahami lebih dalam lagi, dan yang paling penting adalah
bagai mana kita sebagai umat Islam menyikapi Tahun Hijriya ini, untuk
menjadikan sebuah Momentum amalan shaleh.
Bila ingin menelaah lagi kondisi Mekah saat itu tengah berada pada
kondisi banyaknya acaman dalam beribadahnya umat islam, sehingga pada
saat itu para petinggi kaum Quraisy ingin membunuh Rasulullah sebagai
orang yang mengajarkan dan menyampaikan ajaran tersebut. Kondisi buruk
itulah yang membuat Rasulullah meninggalkan Mekah. Namun bagai mana
untuk saat ini kita mmenyikapinya, dengan situasi bebas ancaman untuk
beribadah, apakah kita pula harus berpindah untuk merayakan momentum
ini? Pastinya tidak seperti itu, namun tetaplah harus berhijrah, hijrah
dari kondisi iman yang lemah menjadi iman yang kuat, hijrah dari amal
buruk menuju amala baik untuk menjadi sebuah resolusi kedepannya. Oleh
karna itu tidak perlu melakukan perayaan tahun baru yang lain seperti
tahun baru Masehi, yang berada setelah tahun baru Hijriyah, karena pada
umumnya perayaan tahun baru Masehi lebih cenderung pada akivitas yang
tidak baik.
Medan, 24 Syafar 1434 H
07 Januari 2013 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar