Yang akan anda baca berikut ini adalah hasil diskusi
rutin HMI komisariat Ekonomi USU dalam me-refleksi semangat reformasi. 16
tahun lalu, sebuah tuntutan reformasi untuk menegak kan ideologi bernama
demokrasi telah menyatukan hampir seluruh masyarakat Indonesia untuk sama-sama
meroboh kan dinding tirani bernama orde baru. Para martir pun berguguran, demi
terwujud nya kehidupan masyarakat yang lebih baik, pemerintahan yang transparan, dan kebebasan
dalam menyuarakan aspirasi.
Namun setelah 16 tahun berlalu,
apakah semangat reformasi tersebut kini benar-benar sudah bisa di rasakan oleh
semua masyarakat Indonesia?. Sudah kah masyarakat merasakan hidup yang lebih
baik di banding kan pada zaman orde baru?. Apakah pemerintahan yang sekarang
ini sudah transparan dan bebas dari segala bentuk KKN?. Apakah kebebasan
ber-aspirasi sudah sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang dulu di
suarakan?
Sedikit
me-refresh memori kita mengenai peristiwa Mei 1998. Tahun
1998 menjadi satu catatan tersendiri dalam sejarah perubahan di Indonesia.
Dilatarbelakangi krisis ekonomi yang berkepanjangan dan berlanjut menjadi
krisis multi-dimensi, sebuah usaha perubahan sosial yang dimotori oleh gerakan
mahasiswa yang didukung oleh kesadaran bersama dari para mahasiswaa. Momen ini
kemudian berkembang menjadi suatu gerakan bersama yang menuntut perubahan
dibeberapa bidang, khususnya sistem pemerintahan.
Sejak
pasca tahun 1966, ketika mahasiswa berhasil menjatuhkan orde lama, sejak saat
itu mahasiswa seperti mengalami stagnansi dan ke-vakuman dari gerakan
mahasiswa. Kondisi ini tidak lepas dari tindakan represif pemerintah yang
berusaha menekan segala bentuk aksi dan gerakan mahasiswa. Stagnansi ini
perlahan mencair ketika terjadinya krisis ekonomi asia pada tahun1997-1998 yang
berdampak pada krisi multi-dimensial yang berkembang di tengah masyarakat.
Ketidak percayaan lagi mahasiswa dan masyarakat dengan pemerintahan yang ada
mendorong lahirnya aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada lengsernya rezim
orde baru pada 21 Mei 1998 (yang
disayangkan adalah bahwa saat itu, mahasiswa dan rakyat terkesan berlaku layaknya
bangsa “bar-bar” yang menebar kerusuhan dimana-mana, bahkan mungkin tidak tahu
apa-apa, namun hanya ikut merusuh saja).
Momen kenaikan harga bahan bakar minyak pada 2 Mei
1998 menjadi awal mula demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa
dan juga rakyat. Pada 4 Mei 1998. Mahasiswa di Medan,
Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan
demonstrasi besar- besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para
demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan
Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut. Tindakan represif
tersebut semakin menyulut amarah para demonstran lainnya, sehingga demonstrasi
yang lebih besar pun semakin sering terjadi. Kemarahan demonstran menjapai
puncak nya ketika pada 12 Mei 1998, aparat melakukan penembakan terhadap empat
orang mahasiswa Universitas Trisakti di halaman kampus mereka sendiri. Melihat situasi
yang sudah semakin memanas, dan juga di dasari atas semakin tidak stabil nya keadaan
social-ekonomi Indonesia, maka pada hari kamis, tanggal 21 Mei 1998, presiden
Soeharto di Istana Merdeka secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden
Republik Indonesia dan digantikan oleh wakil presiden B.J Habibie. Dengan demikian,
berakhirlah rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun di Indonesia.
Salah satu
tuntutan reformasi adalah penegakan demokrasi yang di tandai dengan pemilihan
umum yang jujur, adil, dan rahasia. Pada 7 Juni 1999, dilaksanakan lah
pemilihan umu pertama pasca reformasi yang diikuti oleh 48 partai politik yang
mencakup semua spectrum arah politik (kecuali komunisme yang memang di larang
di Indonesia). Pemilu ini juga merupakan pemilu terakhir yang diikuti oleh
Provinsi Timor-Timur.
Setelah 16 tahun ini berjalan, sudah kan reformasi ini
sesuai dengan apa yang dicita-citakan dahulu?. Apakah masa demokrasi sekarang
ini terasa lebih baik dari pada zaman orde baru?. Mari kita kaji dari beberapa
aspek :
Sosial
Di zaman
pemerintahan Orde Baru, kebijakan publik yang ada kurang memperhatikan
kesejahteraan rakyat bahkan cenderung untuk kepentingan penguasa atau kelompok
tertentu. Hal ini bukan membuat pembangunan merata tetapi menimbulkan
kesenjangan sosial dan ketimpangan sosial di berbagai aspek kehidupan.
Kondisi
sosial masyarakat di masa reformasi bisa dikatakan cukup memprihatinkan. Banyak
pengangguran akibat krisis moneter yang terjadi, akibatnya para pekerja
menuntut kenaikan gaji disaat perusahaan mengalami kerugian. Pengangguran ini
mengakibatkan timbulnya masalah kriminalitas di Indonesia meningkat drastis.
Ekonomi
Kebijakan
ekonomi di masa orde baru tidak mengalami perubahan yang signifikan dari masa
orde baru. Ini dikarenakan stabilitas politik yang membuat pemerintah tidak
melakukan perubahan terutama untuk anggaran negara. Kebijakan-kebijakan ekonomi
pada masa orde baru dituangkan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN), yang selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk
dijadikan APBN. Pemerintah juga melakukan kebijakan deregulasi perbankan dan
reformasi perpajakan agar dapat berinvestasi dalam pembangunan nasional. Tetapi
langkah ini tidak terealisasikan sepenuhnya karena pemerintah terlalu
bergantung pada uang pinjaman luar negeri.
Pada masa
reformasi, kebijakan untuk memperbaiki kestabilan ekonomi belum terlalu
signifikan dilakukan. Ditambah lagi masalah KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
kinerja BUMN, pemulihan ekonomi, dan kurs rupiah yang merosot.
Politik
Di masa orde
baru, jumlah partai politik yang banyak ditata menjadi 3 partai besar (PPP,
PDI, dan Golkar). Tetapi, penataan ini tidak membuat peran partai politik
sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat terjadi. Bahkan, peran partai
politik sebagai wadah penyalur benar-benar nyaris mandul dan hampir tidak
berfungsi.
Kehidupan
politik pada masa reformasi sudah cukup baik. Di masa reformasi, pemilu sudah
dilaksanakan dengan memilih MPR, DPR, dan DPRD. Dilanjutkan, pemilu satu hari
terbesar yang dimenagkan Susilo Bambang Yudhoyono.
Budaya
Di masa orde
baru, pemerintah membuat kebijakan yang mengharuskan masyarakat keturunan Cina
harus mengubah nama Cina nya, melarang adat istiadat orang Cina dipertontonkan
dan melarang semua kegiatan yang dianggap termasuk paham komunis.
Pada masa
reformasi, Gus Dur menghapuskan diskrimasi mengenai diskrimasi adat istiadat
dan kebudayaan Cina. Tahun Baru Cina pun dijadikan hari libur nasional untuk
menghormati warga keturunan Cina. Sikap pemerintah RRC yang dengan tegas
menyatakan orang Tionghoa adalah warga Indonesia harus loyal kepada Indonesia,
mengartikan bahwa mereka sangat senang dan merasa diskrimasi yang terjadi sudah
hilang.
Perbandingan diatas adalah beberapa aspek perbandingan yang menunjukkan bahwa tuntutan reformasi sedikit membawa dampak positif. Selain perbandian-perbandingan
diatas, masih banyak perbandingan lain untuk mengukur sejauh mana demokrasi ini
dapat menjadi sebuah system pemerintahan yang lebih baik dari zaman orde baru. Menurut
beberapa survey, justru masyarakat cendrung merindukan kembali masa-masa zaman
orde baru dulu. Hasil Survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pada 1 - 5 Mei
2010 menunjukan 16,9 % responden masyarakat Indonesia menyatakan Era reformasi
lebih baik dari Orde baru; sementara 44,5 % menyatakan kondisi di era orde baru
justru yang lebih baik. Lalu, survei nasional Indo Barometer bertajuk “Evaluasi
13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY-Boediono” menunjukkan, 40,9
persen responden mempersepsikan bahwa Orde Baru lebih baik dibandingkan Orde
Lama maupun Orde Reformasi. Hanya setengahnya, atau 22,8 persen responden yang
mengatakan bahwa Orde Reformasi lebih baik dibandingkan periode lainnya. Mungkin
itu wajar, karna menurut saya, nikmat demokrasi hanya dapat di rasakan oleh
orang-orang tertentu saja. Kenikmatan demokrasi dalam berpolitik, misalnya,
hanya di nikmati oleh mereka yang punya uang dan keinginan untuk berkuasa. Panggung
demokrasi juga dijadikan ajang bagi-bagi kekuasaan semata. Saling meng-kampanye
hitamkan lawan politik sudah jadi hal yang biasa. Ini bukan lah merupakan
pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.
Orde Baru tidak sepenuh nya buruk. Ada
hal-hal yang dapat di contoh dari zaman Orde Baru, misalnya saja dalam segi ekonomi
dan keamanan. Tinggal bagaimana pemerintah menguatkan system yang tegas, yang
mengatur segala aspek tadi. Masyarakat luas juga harus berperan aktif dalam
usaha mengisi zaman demokrasi saat ini dengan turut berperan aktif dalam
mengawasi jalannya pemerintahan.
Arief Rahman Hakim
Ketua Bidang PTKP
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FE USU